Tekad Sang Ibu Mengajar Si Penemu (Amsal 29:17; Efesus 6:4)
Sumber: Foto dari internet |
Iman Kristen - "Sang Ibu tak pernah kenal lelah dan terus mengajar anak yang dianggap idiot. Siapakah anak itu? Simak renungan berjudul Tekad Sang Ibu Mengajar Si Penemu ini, dan jika Anda merasa diberkati melalui renungan ini, bagikanlah ke Sosial Media (Facebook, Twitter, Google+, dll.) Anda, agar banyak orang yang juga dikuatkan."
Nancy Mathews Elliot, lahir di Chenango, New York, pada tanggal 4 Januari 1810, adalah seorang wanita yang menarik dan berpendidikan. Ketika ia menjadi guru di sekolah lokal di Vienna, Kanada, di sanalah ia bertemu dengan Samuel Edison seorang tukang kayu dan menikah dengannya.
Baca juga: Mencintai Walau Harus Terluka
Mereka dikaruniai empat orang anak, yaitu Marion Wallace, William Pit, Harriet Ann, dan Carlile Snow.
Pada tahun 1830, mereka pindah ke Amerika Serikat dan menetap di Milan, Ohio. Nancy kembali melahirkan seorang anak yang kelima dan diberi nama Samuel O.
Niat ingin membangun rumah tangga yang mapan dan berkecukupan, namun cobaan bertubi-tubi mendatangi keluarganya. Nancy harus kehilangan putranya yang keempat Carlile yang berusia enam tahun dan setahun kemudian Samuel O meninggal dunia di usia tiga tahun.
Namun pada tahun 1844, kebahagiaan datang, Nancy melahirkan putri berikutnya, yaitu Eliza. Di usia ke 38, Nancy kembali mengandung. Dalam masa mengandung, ia mengisi waktu selama tiga jam sehari untuk merajut baju anaknya yang masih dalam kandungan.
Pada tanggal 11 Februari 1847, lahirlah seorang anak laki-laki dengan nama panggilan Tommy, namun nahas di tahun itu juga ia harus kehilangan Eliza putrinya yang berusia tiga tahun.
Tommy lahir dengan ukuran kepala yang terlalu besar sehingga dokter khawatir terjadi kelainan otak, ia juga mengalami demam dan karena efek obat, ia terkena infeksi telinga yang membuatnya tuli. Di Usia dua tahun, Tommy belum bisa bicara, namun Nancy selalu percaya bahwa Tommy adalah anak yang cerdas.
Dengan sabar ia mengasuh, dan mendidiknya, hingga di usia empat tahun Tommy bisa berbicara. Ketika Tommy berusia tujuh tahun, keluarganya pindah ke Michigan dan Nancy menyekolahkannya di Family School for Boys and Girls.
Baca juga: Melibatkan Tuhan
Setelah tiga bulan bersekolah, Tommy dikeluarkan dari sekolah dan gurunya mengatakan bahwa "ia adalah anak yang bodoh dan idiot". Hal ini menyakitinya dan ia pun menangis kepada ibunya. Sang ibu memutuskan berhenti sebagai guru dan bertekad teguh, "Anak saya Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia."
Dengan penuh kasih sayang, pengertian, dedikasi, dan ketekunan, ia berhasil mendidik seorang ilmuwan yang sangat berjasa bagi dunia. Dialah "Thomas Alfa Edison."
Oleh karena tekad yang teguh seorang ibu, anak yang tuli, bodoh, idiot, bahkan pernah dikeluarkan dari sekolah akhirnya menjadi anak yang jenius. Kesuksesan Thomas Alfa Edison tentu karena ibunya.
Apakah kita juga melakukan hal yang sama terhadap anak kita? Ataukah kita hanya menganggap mereka bodoh, pembuat masalah, dan tidak layak dikasihi?
Perlakukanlah mereka dengan sebagaimana mestinya, didiklah agar mereka takut akan Tuhan, dan luangkanlah waktu untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Anak adalah anugerah Tuhan yang terindah. Cerdaskanlah anak kita!
(Renungan ini adalah tulisan asli penulis dan sudah dimuat dalam Renungan Harian Manna Sorgawi, No. 214 Tahun XVIII)
Pada tahun 1830, mereka pindah ke Amerika Serikat dan menetap di Milan, Ohio. Nancy kembali melahirkan seorang anak yang kelima dan diberi nama Samuel O.
Niat ingin membangun rumah tangga yang mapan dan berkecukupan, namun cobaan bertubi-tubi mendatangi keluarganya. Nancy harus kehilangan putranya yang keempat Carlile yang berusia enam tahun dan setahun kemudian Samuel O meninggal dunia di usia tiga tahun.
Namun pada tahun 1844, kebahagiaan datang, Nancy melahirkan putri berikutnya, yaitu Eliza. Di usia ke 38, Nancy kembali mengandung. Dalam masa mengandung, ia mengisi waktu selama tiga jam sehari untuk merajut baju anaknya yang masih dalam kandungan.
Pada tanggal 11 Februari 1847, lahirlah seorang anak laki-laki dengan nama panggilan Tommy, namun nahas di tahun itu juga ia harus kehilangan Eliza putrinya yang berusia tiga tahun.
Tommy lahir dengan ukuran kepala yang terlalu besar sehingga dokter khawatir terjadi kelainan otak, ia juga mengalami demam dan karena efek obat, ia terkena infeksi telinga yang membuatnya tuli. Di Usia dua tahun, Tommy belum bisa bicara, namun Nancy selalu percaya bahwa Tommy adalah anak yang cerdas.
Dengan sabar ia mengasuh, dan mendidiknya, hingga di usia empat tahun Tommy bisa berbicara. Ketika Tommy berusia tujuh tahun, keluarganya pindah ke Michigan dan Nancy menyekolahkannya di Family School for Boys and Girls.
Baca juga: Melibatkan Tuhan
Setelah tiga bulan bersekolah, Tommy dikeluarkan dari sekolah dan gurunya mengatakan bahwa "ia adalah anak yang bodoh dan idiot". Hal ini menyakitinya dan ia pun menangis kepada ibunya. Sang ibu memutuskan berhenti sebagai guru dan bertekad teguh, "Anak saya Tommy, bukan anak bodoh. Saya sendiri yang akan mendidik dan mengajar dia."
Dengan penuh kasih sayang, pengertian, dedikasi, dan ketekunan, ia berhasil mendidik seorang ilmuwan yang sangat berjasa bagi dunia. Dialah "Thomas Alfa Edison."
Oleh karena tekad yang teguh seorang ibu, anak yang tuli, bodoh, idiot, bahkan pernah dikeluarkan dari sekolah akhirnya menjadi anak yang jenius. Kesuksesan Thomas Alfa Edison tentu karena ibunya.
Apakah kita juga melakukan hal yang sama terhadap anak kita? Ataukah kita hanya menganggap mereka bodoh, pembuat masalah, dan tidak layak dikasihi?
Perlakukanlah mereka dengan sebagaimana mestinya, didiklah agar mereka takut akan Tuhan, dan luangkanlah waktu untuk mengajarkan berbagai ilmu pengetahuan. Anak adalah anugerah Tuhan yang terindah. Cerdaskanlah anak kita!
DOA
Bapa, berikanlah aku hikmat untuk dapat mendidik anakku agar kelak menjadi anak yang takut akan Tuhan dan menjadi berkat. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.
(Renungan ini adalah tulisan asli penulis dan sudah dimuat dalam Renungan Harian Manna Sorgawi, No. 214 Tahun XVIII)