Mengasihi Tanpa Pamrih (1 Yohanes 4:9-12)
Iman Kristen - "Seperti apa kasih Yesus yang tanpa pamrih? Mengapa kita harus mengasihi tanpa pamrih? Simak renungan berjudul Mengasihi tanpa Pamrih ini, dan jika Anda merasa diberkati melalui renungan ini, bagikanlah ke Sosial Media (Facebook, Twitter, Google+, dll.) Anda, agar banyak orang yang juga dikuatkan melalui renungan ini."
Betapa kuatnya kekuatan kasih, the power of love, hingga menggerakkan Allah yang Maha Kudus, Maha Dahsyat, tidak terbatas, penuh kemuliaan, sehingga Ia turun menjadi manusia yang terbatas, memiliki kelemahan, perasaan, bahkan Ia mati di atas kayu salib.
Tergantung antara bumi dan langit, dihina, ditertawakan, bahkan dianiaya dengan sangat hingga disalibkan, sebetulnya hanya untuk kita manusia yang hina dan tidak layak di hadapan Tuhan.
Betapa Ia sangat mengasihi kita! Yesus sebagai Anak tunggal Allah telah membuktikan kasih, kesetiaan dan ketaatan dalam melaksanakan misi agung Allah.
Yesus telah melakukan kehendak dan memuaskan hati Bapa dengan penuh kerelaan dan penuh kasih. Yesus tidak terpaksa menyerahkan nyawa-Nya. Kasih Yesus dinyatakan tidak hanya terlihat dalam ketaatan-Nya pada perintah Bapa-Nya, tetapi juga telah dibuktikan melalui memberikan nyawa-Nya bagi kepentingan penyelamatan umat manusia dari hukuman kekal.
Yesus membuktikan bahwa kasih-Nya adalah kasih tanpa pamrih bagi semua orang, tanpa menuntut balasan apa pun.
Bukti nyata dari kasih Yesus yang tulus dan tanpa pamrih, yaitu saat Ia menyerahkan nyawa-Nya bagi umat manusia. Pertama, Yesus menanggalkan hak-Nya sebagai Pencipta yang Maha Kuasa menjadi manusia yang terbatas dengan mengosongkan diri-Nya (Flp. 2:8).
Ia menanggalkan ke-Allahan-Nya, dan mengambil rupa sebagai Anak Manusia yang terbatas, sebab menjadi layaknya manusia yang merasa haus dan lapar, merasa kelelahan dan butuh istirahat, dan dibatasi oleh fisik jasmani.
Kedua, Yesus menanggalkan kemuliaan-Nya sebagai Raja alam semesta, yang memerintah (berkuasa, penguasa penuh) menjadi pelayan atau hamba (Mrk. 10:43-45).
Ketiga, Yesus menanggalkan kekayaan-Nya sebagai Pemilik alam semesta, namun Yesus rela meninggalkan semuanya (Flp. 2:5-8). Ia rela menjadi miskin karena kita. Ia tidak lahir di tempat istimewa atau istana yang megah, namun Ia lahir di kandang domba yang hina.
Dengan begitu, para gembala pun yang merupakan status sosial terendah di kalangan orang Yahudi, dapat datang menemui Bayi Yesus dan menyembah-Nya.
Keempat, Yesus menanggalkan nyawa-Nya. Pengorbanan-Nya di atas kayu salib dibangun atas dasar kasih (Yoh. 3:16). Inilah ketulusan sebuah kasih yang rela berkorban tanpa pamrih.
Kasih kita cenderung mengharapkan balasan, namun kiranya kita mau terus belajar untuk memiliki kasih Kristus. Sebagaimana Allah mengasihi kita, maka sudah seharusnya kita pun saling mengasihi. Dalam mempraktekkan kasih itu, hendaknya kita meneladani kasih Kristus dalam setiap kehidupan kita.
Ketika kita melakukan segala sesuatu, marilah kita melakukannya dengan kasih yang tulus tanpa mengharapkan balasannya (tanpa pamrih). Karena jika kita saling mengasihi, Allah akan tetap tinggal dalam hati kita, dan kasih-Nya makin sempurna di dalam kita.
(Berikutnya ialah mengasihi tanpa syarat)
DOA
Bapa, mampukan aku untuk terus berjalan di dalam kehendak-Mu dan meraih sukses bersama Engkau. Ku rindu memuliakan-Mu selalu Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.