Kepulangan Yang Tidak Diharapkan (Matius 25:35-40)
Iman Kristen - "Renungan ini mengisahkan seorang veteran tentara yang ingin pulang ke rumahnya tetapi ia merasa kepulangannya tidak diharapkan lagi. Simak renungan yang berjudul Kepulangan yang Tidak Diharapkan ini, dan jika Anda merasa diberkati melalui renungan ini, mohon dibagikan ke Sosial Media (Facebook, Twitter, Google+, dll.) Anda, agar ada banyak orang yang juga diberkati melalui renungan ini."
Seorang tentara AS yang diutus ke Vietnam dan menjadi korban perang, ingin pulang kembali ke rumahnya, tetapi ia berkecil hati karena beranggapan kepulangannya tidak diharapkan. Setelah sekian lama ia hidup di Vietnam dan menutup diri dengan keluarganya, suatu hari ia memutuskan untuk kembali ke rumahnya.
Ia pun mengirimkan telegram kepada ibunya perihal kepulangannya. Sang Ibu sangat gembira ketika menerima telegram yang tercantum bahwa anaknya akan pulang besok. Betapa tidak, anaknya semata wayang yang telah menghilang selama empat tahun dan dikira telah gugur di medan perang, ternyata masih hidup.
Keesokan harinya sang Ibu mempersiapkan segalanya untuk menyambut kedatangan anaknya. Seluruh anggota keluarga, sahabat, dan rekan bisnis suaminya pun diundang.
Setibanya di airport kota kelahirannya, pria itu menelpon ibunya, “Bu, saya sudah tiba di bandara, bolehkah saya membawa sahabat baik saya? Tetapi ia seorang yang cacat karena korban perang.” Ibunya menjawab, “boleh, tapi bagian mana yang cacat?” Ia pun menyebutkan bahwa sahabatnya kehilangan tangan kanan dan kedua kakinya.
"Oh tidak apa-apa, asalkan tidak lama ia tinggal di rumah kita," tandas ibunya. "Tetapi wajah dan kulitnya rusak, karena sebagian besar tubuhnya hangus terbakar akibat menginjak ranjau," ujarnya.
Kalau begitu, lain kali saja kawanmu itu datang ke rumah kita, untuk saat ini suruh dia tinggal di hotel saja, nanti ibu yang bayar biayanya," jawab Ibunya ditelpon.
Ibunya pun melanjutkan pembicaraannya, "Coba pikirkan nak, ayah kamu adalah seorang konglomerat ternama dan nanti akan ada banyak tamu yang datang, apa kata mereka jika melihat seseorang dengan tubuh yang cacat dan wajah yang rusak. Itu akan menurunkan martabat kita, bahkan dapat merusak citra bisnis usaha dari ayahmu nanti.”
Tiba-tiba pemuda itu menutup teleponnya.
Kedua orang tuanya dan para tamu menunggu hingga jauh malam, namun pemuda itu tak kunjung datang. Kira-kira subuh sang ibu dihubungi pihak rumah sakit untuk segera ke rumah sakit karena harus mengidentifikasi seorang mayat yang bunuh diri.
Betapa kaget sang ibu, mayat tanpa kaki dan lengan, bahkan kulit dan wajahnya agak rusak, ternyata adalah anaknya.
Rupanya orang yang cacat itu bukanlah sahabat anaknya melainkan anaknya. Sang Ibu tidak mengetahui bahwa anaknya itu yang mengalami cacat fisik, dan karena mementingkan derajatnya ia menolak kehadiran sahabat anaknya yang ternyata adalah anaknya.
Waktu tak bisa diputar ulang! Di sekitar kita, ada banyak orang yang merasa tidak berarti dan terhina karena keterbatasannya. Padahal mereka membutuhkan perhatian, kasih, dan kepedulian kita. Apakah kita lebih mempertahankan status, derajat, atau gengsi kita?
Ataukah kita mau memiliki kasih Kristus yang mengasihi semua orang, termasuk kaum papa, cacat dan tidak berdaya? Pancarkanlah kasih Kristus.
DOA
Bapa di Sorga, ajarku untuk dapat menerima keterbatasan diri sendiri dan mampu untuk berbagi kasih dengan sesama. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.